Beranda | Artikel
Tiga Kesalahpahaman tentang Ruqyah (01)
Rabu, 30 Agustus 2017

Ruqyah adalah penyembuhan suatu penyakit dengan membacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an atau doa-doa tertentu yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. [1] Ruqyah juga boleh dikerjakan dengan membaca doa-doa tertentu dalam bahasa Arab atau bahasa non-Arab, asal jelas maknanya dan tidak mengandung sedikit pun unsur kesyirikan. [2]

Terkait pengobatan dengan metode ruqyah, terdapat beberapa pemahaman yang perlu diluruskan. Dan inilah yang menjadi fokus atau maksud pembahasan di sini.

Ruqyah Tidak Hanya untuk Mengobati Gangguan Jin

Salah satu kesalahpahaman yang menyebar di masyarakat adalah anggapan mereka bahwa ruqyah hanya khusus untuk gangguan akibat ulah jin. Ini adalah anggapan yang tidak benar. Ruqyah dapat dilakukan baik untuk gangguan akibat jin atau untuk penyakit fisik. Sebagaimana hadits panjang yang diriwayatkan oleh Bukhari dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu. Yaitu ketika salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meruqyah penduduk kampung yang tersengat kalajengking dengan bacaan surat Al-Fatihah. Tindakan ini pun mendapat persetujuan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jelaslah bahwa ruqyah juga bermanfaat untuk penyakit-penyakit fisik. Karena tersengat kalajengking adalah penyakit akibat gangguan fisik, dan bukan gangguan jin.

Juga praktek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit menjelang akhir kehidupan beliau. Aisyah radhiyallahu ‘anha  berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَنْفُثُ عَلَى نَفْسِهِ فِى الْمَرَضِ الَّذِى مَاتَ فِيهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ ، فَلَمَّا ثَقُلَ كُنْتُ أَنْفِثُ عَلَيْهِ بِهِنَّ ، وَأَمْسَحُ بِيَدِ نَفْسِهِ لِبَرَكَتِهَا .

”Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meniupkan kepada dirinya (bacaan) mu’awwidzatain (yaitu surat Al-Falaq dan An-Naas, pen.) ketika sakit yang menyebabkan beliau meninggal dunia. Ketika beliau sudah lemah, maka saya meniupkan (bacaan) mu’awwidzatain untuknya dan saya mengusap dengan menggunakan tangan beliau, karena mengharapkan berkahnya.” (HR. Bukhari)

Hadits ini jelas menunjukkan disyariatkannya ruqyah untuk penyakit yang menimpa fisik seseorang. Oleh karena itu, merupakan kesalahan sebagian orang yang hanya mengaitkan ruqyah hanya untuk penyakit yang diduga akibat gangguan jin.

Selalu Mengaitkan Penyakit Fisik dengan Gangguan Jin, sehingga Hanya Membutuhkan Ruqyah dan Tidak Butuh Pengobatan Lainnya

Meskipun demikian, kita juga tidak boleh langsung memvonis bahwa semua gangguan fisik yang dialami seseorang pasti disebabkan oleh gangguan jin. Apapun kondisi penyakitnya, selalu dikaitkan dengan gangguan jin dan hanya membutuhkan ruqyah, tidak memerlukan metode pengobatan lainnya. Ini adalah kekeliruan, dan sikap berlebih-lebihan yang ditunjukkan oleh sebagian praktisi ruqyah. Misalnya dengan mengatakan bahwa semua operasi caesar pada hakikatnya disebabkan oleh gangguan jin. Ini adalah keyakinan yang tidak benar. Karena indikasi dilakukannya operasi caesar adalah karena adanya kondisi medis tertentu, misalnya gawat janin, plasenta yang tidak normal, dan sebagainya. Sehingga tidak selayaknya semuanya dan sedikit sedikit dikaitkan dengan gangguan jin.

Syaikh Dr. Naashir bin ‘Abdul Karim Al-‘Aql rahimahullahu Ta’ala berkata,

يقوم بعض الرقاة بتشخيص المرض بظواهر على الجسم على سبيل الظن، فكون الراقي يعرف بعض الأمراض من باب القرائن ومن باب غلبة الظن هذا قد يكون مقبولاً، لكن المشكلة أن بعض القراء يستدل بالصداع على أمر معين ويجزم، أقول: إذا كان من باب غلبة الظن فلا حرج، لكن الجزم ما يجوز.
أو يستدل الراقي بما يحدث للمريض من قشعريرة على التشخيص، نعم، القشعريرة في الغالب قرينة على تأثر الإنسان بالقرآن وأنه مصاب بعين أو سحر، أو أي شيء مما أثر فيه، لكن لا على سبيل الجزم بمكان السحر أو نوع المرض، بأن يقول: فيك مس أو فيك سحر جزماً، لكن يقول: هذا ربما يكون علامة على الشيء الفلاني، أرجو ألا يكون في هذا مانع مع التحفظ والاحتراز.

“Sebagian peruqyah mendeteksi keberadaan jin dengan adanya tanda-tanda fisik berdasarkan dugaan semata. Tindakan peruqyah yang mengetahui adanya gangguan jin berdasarkan petunjuk atau dugaan kuat semacam ini terkadang bisa diterima. Akan tetapi yang patut dipertanyakan adalah sebagian peruqyah menentukan secara pasti adanya gangguan jin berdasarkan gejala sakit kepala. Aku katakan, jika sebatas dugaan kuat hal itu tidak mengapa. Akan tetapi, memastikan (bahwa itu karena gangguan jin), itu tidak boleh.

Atau peruqyah berdalil dengan pasien yang berontak atau bergetar (saat dibacakan ruqyah). Betul, berontak (bergetarnya tubuh saat mendengar bacaan ruqyah) itu secara umum memang menunjukkan reaksi seseorang terhadap Al-Qur’an, atau bahwa dia terkena ‘ain atau sihir, atau segala sesuatu yang berpengaruh lainnya. Akan tetapi, tidak boleh dikatakan secara pasti sebagai gangguan sihir atau penyakit tertentu, dengan mengatakan secara pasti bahwa di dalam tubuhmu ada jin atau ada sihir. Namun, hendaknya dikatakan, hal ini biasanya merupakan tanda terkena jin tertentu. Aku berharap hal ini tidak menghalangi kita untuk bersikap hati-hati.” [3] [Bersambung]

***

Selesai disusun di pagi hari, Lab EMC Rotterdam NL 6 Dzulhijjah 1438/29 Agustus 2017

Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,

Penulis: Muhammad Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or

Catatan kaki:

[1]     Pengertian dan dalil-dalil yang menunjukkan disyariatkannya pengobatan dengan metode ruqyah dapat dilihat di tautan berikut ini:

    https://kesehatanmuslim.com/ruqyah-vs-operasi-caesar-01-pengertian-ruqyah/

[2]    Syarat-syarat ruqyah dapat dibaca di tautan berikut ini:

https://kesehatanmuslim.com/ruqyah-vs-operasi-caesar-02-syarat-syarat-ruqyah-yang-diperbolehkan/

[3]     http://www.jarboo3.com/vb/showthread.php?t=3235

🔍 Cara Sholat Nabi, Hadits Palsu Tentang 15 Ramadhan 2020, Aniaya Dalam Islam, Bacaan Adzan Untuk Orang Meninggal, Lagu Wali Robbana Atina Fiddunya Hasanah


Artikel asli: https://muslim.or.id/31902-tiga-kesalahpahaman-tentang-ruqyah-01.html